No.1 mengapa seorang mujhatid meskipun tetap mendapatkan pahala? No.2 mengapa seorang mujtahid harus mengetahui ijma' para ulama? No.3 sebutkan dalil bahwa syar
B. Arab
Tegarseptian132
Pertanyaan
No.1 mengapa seorang mujhatid meskipun tetap mendapatkan pahala?
No.2 mengapa seorang mujtahid harus mengetahui ijma' para ulama?
No.3 sebutkan dalil bahwa syarat utama mutjahid adalah kecerdasan akal yang luar biasa!
No.4 apakah dasar diperbolehkan memakai dasar hukum ijma'?
No.5 perbedaan di kalangan lara mutjahid membawa rahmat. Jelaskan pertanyaan tersebut!
No.2 mengapa seorang mujtahid harus mengetahui ijma' para ulama?
No.3 sebutkan dalil bahwa syarat utama mutjahid adalah kecerdasan akal yang luar biasa!
No.4 apakah dasar diperbolehkan memakai dasar hukum ijma'?
No.5 perbedaan di kalangan lara mutjahid membawa rahmat. Jelaskan pertanyaan tersebut!
1 Jawaban
-
1. Jawaban MasArief25
1. karena telah optimal dan bersungguhsungguh untuk mengetahui kebenaran, akan tetapi belum mandapatkan taufik sampai kepada kebenaran, maka dia mendapatkan pahala bersusah payah.
2. karena merupakan
Syarat-Syarat Berijtihad
4. Pada masa Rasulullah Saw masih hidup, beliau merupakan sumber hukum. Setiap ada peristiwa atau kejadian, kaum muslimin mencari hukumnya pada al-Qur'an yang telah diturunkan dan hadits yang telah disabdakan oleh Rasulullah Saw. Jika mereka tidak menemukannya dalam kedua sumber itu, maka mereka langsung menanyakannya kepada Rasulullah. Setelah Rasulullah SAW meninggal dunia, kaum muslimin kehilangan tempat bertanya, akan tetapi mereka telah memiliki pegangan yang lengkap, yaitu al-Qur'an dan al-Hadits. Jadi, ijma' itu kemungkinan terjadi pada masa khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar atau sedikit kemungkinan pada masa enam tahun pertama Khalifah Utsman. Hal ini adalah karena pada masa itu kaum muslimin masih satu, belum ada perbedaan pendapat yang tajam diantara kaum muslimin sendiri, disamping daerah Islam belum begitu luas, masih mungkin mengumpulkan para sahabat atau orang yang dipandang sebagai mujtahid. Setelah enam tahun bahagian kedua kekhalifahan Utsman, mulailah nampak gejala-gejala perpecahan di kalangan kaum muslimin. Setelah Khalifah Utsman terbunuh, perpecahan di kalangan kaum muslimin semakin terjadi, seperti peperangan antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu'awiyah bin Abu Sofyan, peperangan antara Ali bin Abi Thalib dengan Aisyah yang terkenal dengan perang Jamal, timbul golongan Khawarij, golongan Syi'ah golongan Mu'awiyah dan sebagainya.
5. perselisihan dan perbedaan pendapat itu seluruhnya buruk, bukan suatu rahmat. Oleh karena itu, ada perbedaan pendapat yang menimbulkan dosa seperti perbedaaan pendapat yang timbul karena sikap fanatik madzhab.
Tetapi, ada juga perbedaan pendapat yang tidak menimbulkan dosa seperti yang terjadi dikalangan para sahabat, tabi’in, dan para imam. semoga Allah ta’ala memasukkan kita kedalam golongan mereka dan diberi taufik untuk mengikuti jejak mereka -rahimahumullahu ta’ala-
Jadi , jelaslah bahwa perbedaan dan perselisihan pendapat di kalangan para sahabat berbeda dengan perselisihan yang terjadi dikalangan para pelaku taklid.
Ringkasnya, para sahabat berbeda dan berselisih pendapat karena darurat. Namun mereka menolak perbedaan dan perselisihan pendapat itu sendiri dan menghindarkan diri dari hal yang semacam ini selam mereka mendapatkan solusinya.
Adapun golongan pelaku taklid, sekalipun mereka memiliki kesempatan untuk menghindar dari perbedaan dan perselisihan pendapat mereka enggan untuk bersepakat dan menempuh jalan kearah sana, bahkan mereka terus bersikukuh dalam perselisihan itu, oleh karena itu semakin jauh jurang perbedaan diantara dua perselisihan itu.
Adapun dampak dari perselisihan tersebut sangatlah jelas,
Para sahabat radyallahu ‘anhu, meskipun berbeda pendapat dalam masalah furu’, mereka tetap teguh memelihara kesatuan, jauh dari perpecahan dan tidak berpecah belah. Sebagai contoh, membaca basmalah secar jahr (dikeraskan), sebagian sahabat menyatakan bahwa hal itu disyariatkan, sementara yang lain menyatakan tidak disyariatkan. Demikian juga masalah menyentuh wanita setelah wudhu, ada yang berpendapat batal dan ada yang berpendapat tidak batal, sekalipun demikian, mereka tetap shalat berjama’ah dibelakang seorang imam dan tidak mau meninggalkan shalat dibelakang seorang imam dikarenakan perbedaan pendapat.